Karena Membandingkan
Pernah aku dicurhatin oleh teman yang menurutku dia serba
enak. Dia punya banyak hal di mataku. Dia memiliki otak level atas. Dia juga
mendapat apa yang aku tidak punya. Nah, orang ini bercerita tentang masalahnya
dan segala kekurangan yang dia alami serta rasakan. Dia mengeluh karena belum
bisa beli smartphone terbaru tuk
melengkapi koleksinya, mengeluh atas uang jajan yang kelebihan, mengeluh juga
dengan kondisinya yang berkelebihan. Hahaha!
Padahal di mataku dia hidupnya sudah terlampau enak. Bisa beli
ini, bisa nunjukin itu, ketika orang lain hanya bisa kepingin aja. Keluhannya
juga tentang asmara, dia selalu resah karena pasangannya sudah top sampai bingung
mau cari ganti yang kayak gimana, hadehh. Dia pun ngeluhin tentang ramai
rumahnya karena memili keluarga utuh. Dari situ muncul iriku, aku spontan
membandingkan dengan kondisiku. Satu sisi aku merasa rendah, di sisi yang sama
juga aku merasa kesal. Dan di sisi lain aku sadar.
Aku teringat ungkapan, “Apa yang kita lihat pada seseorang, itu hanya yang ia tampilkan”
Atau dalam dunia event, “Yang penyelengara tampilkan itu Main-stage, dan ada back-stage yang hanya diketahui penyelenggara”
Anggap aja kita penonton. Yang kita liat pada sebuah event
itu yang terjadi di main-stage, which is apa
yang panitia sengaja perlihatkan ke penonton (re:kita). Sedangkan apa yang kita
tidak tahu dari sebuah event atau yang disimpan sendiri oleh pengelola adalah
back-stage.
Kesenangan, kesuksesan, atau pamernya orang itu main-stage
yang bisa dilihat orang lain. Nah, back-stage itu hal yang orang lain tidak
tahu. Seseorang belum tentu tahu, seberapa banyak yang harus orang lain
kerjakan dan korbankan. Seperti halnya wanita hamil. Kita hanya tahu perutnya
yang kian membesar, tapi kita tidak tahu seberapa sering wanita itu menyatu
dengan pasangannya. Ehh…
Lalu yang kita tahu pada diri sendiri adalah back-stage
kita. Kita sudah tahu seberapa tekun kita mencoba, tapi hasilnya hanya segini
saja. Meskipun menyebalkan, tapi ada yang harus disadari. Seharusnya kita tidak
lagi membandingkan main-stage orang dengan back-stage kita. Karena jelas itu
tidak sesuai dan adil. Hal itu hanya akan membuat kita semakin kerdil.
Kalau mau
adil, kita bandingkan saja back-stage orang dengan back-stage kita. Atau
seenggaknya kita tanya dulu, sesuai gak main-stage kita dengan back-stage kita
yang ada?
Membandingkan dengan yang lebih terang, akan membuat kita
merasa redup.
Lilin ultah tidak sepadan dengan lampu neon. Matahari berbeda dengan bulan. Pada siang hari
bulan terasa tidak berguna bahkan pucat terlihat buruk. Tapi bulan akan indah
dan berjaya pada malam hari, terangnya melebihi matahari. Iya intinya manusia
belum tentu bisa bahagia di segala keadaan. Seperti bulan yang indah hanya pada
malam saja. Keindahan itu tersusun ketika ada kolaborasi sempurna dari objek
dengan keadaannya.
Ketika membandingkan ada tendensi tuk mengeluh. Itu karena ketika
membandingkan ada peluang hasil yang menunjukan kita lebih rendah. Ketika itu
terjadi sering sekali manusia mengeluh. Iyalah kalau gak mengeluh mau ngapain?
Padahal semakin mengeluh, hidup semakin berat.
Dan akhirnya tak jarang kita sebagai manusia akan menanyakan
ada apa dengan nasib? Kenapa kita ditakdirkan seperti ini? Apakah ini yang
dikehendaki Tuhan? Manusia pun mencoba menyalahkan Tuhan, menagih kebesaran dan Rahman-rahiim-Nya. Tapi itu gak perlu juga dilakukan. Meski, klise ada saran yang lebih manjur. Yaitu,
berprasangka baiklah, entah itu pada kondisi dan juga pada Tuhan. Sadar aja
mungkin ada yang melihat kalau beban kita itu ringan.
Lihat saja Patrick, waktu episode balap keong. Meski hanya
batu bukan keong, tidak menjadikannya sedih dan merasa rendah. Malah dia lebih
bahagia dari SpongeBob dan Squidward yang memiliki keong. Sesederhana itu
ternyata.
Orang yang berpikir positif pasti punya kehidupan yang positif. Sama halnya kehidupan negatif untuk orang yang berpikir negatif.
"Kita hanya tahu perutnya yang kian membesar, tapi kita tidak tahu seberapa sering wanita itu menyatu dengan pasangannya"
ReplyDeletequotes paling bijaque... xD
anjay... awalnya kusenyum saja bacanya. bisa ditertawakan, tapi makin ke bawah kok membangun jiwa gini. terima kasih. aku juga sering membandingkan keadaan diri dengan bahagianya orang lain. :( dari itu, butuh orang lain untuk mengingatkan ketika itu terjadi lagi. atau paling tidak bikin catatan sendiri.
..dan iya, kesederhanaan patrik dan gak iri ama keong temennya yg terlihat hebat, dia tetap menang, baik secara tersirat maupun secara gamblang..
Ya analogi yang ngaco biar nggak terlalu serius hehe
DeleteWaduh efek baca sampai kayak gitu yaa,
Wahh puas jadinya :D